Hidayah Yang Masuk

KISAH para mualaf memang selalu menyimpan hikmah tersendiri di dalamnya, dan perjalanannya pun tidak mudah. Salah satunya dialami pria asal Ambon, Provinsi Maluku, Jefry Gunawan.

Dikutip dari channel YouTube Vertizone TV, Jefry bercerita sejak lahir ia dibesarkan di lingkungan keluarga nonmuslim. Sekolahnya pun juga dalam lingkup yang sama.

Setelah lulus SMP ia pindah ke Nusa Tenggara Timur (NTT) mengambil Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan pariwisata, dan dari sinilah ia mulai belajar mengenal Islam.

“Saya sering melihat kebiasaan orang Islam, yaitu cium tangan. Dari cium tangan itu saya merasa terpukul. Wah, selama 17 tahun saya enggak pernah cium tangan ibu saya, malah suka ribut,” kata Jefry.

Seseorang yang sering ia lihat kesehariannya itu adalah temannya sendiri di SMK. Jefry mengatakan, orangtua temannya pun sangat baik dan terbuka. Memperlihatkan akhlak mulia selayaknya seorang muslim.

“Ibu teman saya pedagang, ayahnya sopir dan saya sering ditawari makan. Saya malu, tapi ibunya bilang saya sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

Nah, bahasa-bahasa seperti ini yang membuat saya (berkata), ya Allah, saudara juga bukan tapi ramah menunjukkan akhlak yang baik, benar-benar saya tersentuh sekali,” ucapnya.

Baca juga: Mualaf, Adik Ayana Moon Belajar Alif Bak Ta hingga Lailatul Qadar

Setelah lulus SMK, Jefry merantau ke Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan bekerja sebagai kuli bangunan di rumah salah satu warga di sana yang disebut Pak Haji Rahmat.

Ilustrasi

Beberapa hari melakoni pekerjaannya, Jefry heran karena ia melihat terdapat tiga keran air di depan garasi sang juragan. Kala itu, Jefry beranggapan bahwa adanya keran itu hanya pemborosan dan ia pun bertanya kepada Haji Rahmat.

“Setelah dua pekan saya bilang ke Pak Rahmat kenapa ada (banyak keran) air, karena kan boros listrik dan buang-buang air. Lalu Pak Rahmat bilang tidak apa-apa itu sengaja disediakan untuk umat,” kata dia menirukan perkataan Pak Rahmat.

Sejak itu, Jefry sering melihat orang berwudhu, namun hidayah belum juga mengetuk pintu hatinya. Tapi sesekali ia mengingat teman muslimnya semasa sekolah dulu yang berperilaku sama dengan Pak Rahmat. Yakni menunjukkan akhlak mulia kepada sesama.

Perlahan Jefry mulai mengenal Islam, ia pun terus belajar dan resmi menjadi mualaf pada 2013 silam.

“Tapi setelah (baca) syahadat dan salaman, ya sudah tidak ada tuntunan, jadi kita bingung. Saya 2013 Maret masuk Islam bisa sholat itu 2015 dan 2016. Ketika saya balik lagi ke Lombok ketemu dengan teman saya yang juga kepala tukang waktu itu. Tapi dia bilang enggak bisa kasih modal, akhirnya saya diberikan kitab kuning yaitu tuntunan sholat. Itu bekal hijrah ke Ambon,” tuturnya.

Baca Juga Ini

Leave a Reply

Your email address will not be published.