Pemuda Yang Mempertahankan Iman
Dalam surat al-Kahfi, Allâh Azza wa Jalla menyampaikan salah satu kisah kehidupan masa lalu. Yakni yang dikenal dengan ashhâbul-kahfi, yaitu para pemuda penghuni goa, yang dikisahkan secara global.
Dalam sebuah keterangan disebutkan, bahwa mereka memeluk agama Nabi ‘Isa bin Maryam. Akan tetapi, al-Hâfizh Ibnu Katsir rahimahullah merajihkan, bahwa pemuda-pemuda itu hidup sebelum perkembangan millah Nashraniyah.
Seandainya mereka memeluk agama Nashrani, tentu para pendeta Yahudi tidak memiliki data tentang mereka. Sedangkan peristiwa ashhâbul-kahfi,
tema yang dikemukakan oleh Yahudi kepada kaum Quraisy untuk “menguji” kebenaran kenabian Rasûlullâh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , selain pertanyaan tentang Dzul-Qarnain dan roh. Ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut sudah terbukukan dalam kitab-kitab ahli kitab, dan terjadi sebelum kemunculan agama Nashrani. Wallahu a’lam
Allâh Azza wa Jalla mengabarkan bahwa mereka adalah para pemuda yang lari untuk menyelamatkan keimanan mereka dari kaum mereka yang sudah terjerat oleh kesyirikan dan pengingkaran terhadap hari kebangkitan, supaya fitnah itu tidak menimpa mereka. Mereka mengungsi ke sebuah goa yang berada di gunung
Ketika memasuki gua tersebut, mereka berdoa kepada Allâh memohon rahmat dan belas-kasih-Nya. Dikatakan oleh Syaikh Asy-Syinqithi rahimahullah, bahwa permohonan mereka tersebut merupakan doa yang agung dan mencakup seluruh kebaikan.
Di Dalam Goa
Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan, mereka adalah sekumpulan pemuda yang menerima kebenaran dan lebih lurus jalannya daripada generasi tua dari kalangan mereka, yang justru menentang dan bergelimang dengan agama yang batil.
Bertolak dari penegasan Allâh Azza wa Jalla di atas bahwa mereka merupakan sekumpulan pemuda yang beriman, sebuah kesimpulan menarik dikemukakan oleh al-Hâfizh Ibnu Katsir rahimahullah, beliau rahimahullah mengatakan.
“Oleh karena itu, kebanyakan orang yang menyambut dakwah Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya berasal dari kalangan para pemuda. Sedangkan para orang tua dari kaum Quraisy, kebanyakan masih memegangi agama mereka, tidak memeluk Islam kecuali sedikit saja. Demikianlah Allâh Azza wa Jalla mengabarkan, bahwa mereka itu adalah para pemuda.”

Allah Menjaga Tubuh Mereka
Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di rahimahullah mengutip keterangan para Ulama tafsir, beliau rahimahullah mengatakan: “Hal itu karena mata mereka tetap terbuka supaya tidak rusak, sehingga orang yang melihat.
menyangka mereka terjaga padahal sedang tidur. Ini juga merupakan pemeliharaan Allâh terhadap tubuh-tubuh mereka. Karena umumnya gesekan bumi mampu menggerogoti tubuh yang bersentuhan dengannya.
Anjing yang menyertai ashhabul kahfi, pun tertidur seperti mereka pada waktu berjaga-jaga. Anjing tersebut mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua.
Adapun penjagaan mereka dari kalangan manusia, Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa mereka dijaga dengan perasaan takut yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala tebarkan.
Dalil yang menunjukkan dekatnya tempat mereka, yaitu tatkala mereka terbangun, dan salah seorang mengutus temannya agar membeli makanan di kota, sedangkan yang lain menunggu kedatangannya. Ini menunjukkan betapa dekat gua yang mereka tempati dari kota.
Berapa Lama Mereka Di Goa?
Ketika Allâh Azza wa Jalla membangunkan mereka dari tidur lelap, mereka saling bertanya dan berselisih tentang sudah berapa lamakah mereka tertidur dalam gua tersebut. Mereka mengira bahwa mereka baru menghabiskan sehari atau setengah hari saja.
karena Allâh membangunkan ash-habul kahfi dari tidur panjang mereka, dalam keadaan fisik, rambut dan kulit yang sehat seperti kondisi semula, tanpa mengalami perubahan sedikit pun.
Selanjutnya, orang-orang yang berkuasa ingin mendirikan bangunan di atas makam mereka. Kata Abul-Faraj Ibnul-Jauzi rahimahullah , kalangan Ulama tafsir mengatakan, yang dimaksud orang-orang yang memegang kendali urusan para pemuda itu.
ialah raja dan bawahan-bawahannya yang Mukmin. Mereka ini berniat untuk membangun tempat peribadahan di tempat makam para pemuda itu.
Bangunan tersebut difungsikan untuk beribadah kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala di dalamnya dan mengingat-ingat para pemuda tersebut serta peristiwa yang terjadi pada mereka. Jadi, bukan dari kalangan kaum kuffar, seperti diungkapkan sebagian orang. Karena membangun masjid termasuk sifat kaum Mukminin.
Namun perlu diperhatikan bahwa perbuatan tersebut tidak lantas bisa dijadikan landasan untuk melegalkan pembangunan masjid di (sekitar) kuburan, seperti yang terjadi di sebagian negeri kaum Muslimin. Karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya dan mencela para pelakunya.

Baca Juga Kisah Perang Mu’tah
Pelajaran dari kisah ini
Orang yang menyelamatkan agamanya dari fitnah, niscaya Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menyelamatkannya. Seseorang yang bersungguh-sungguh mencari keselamatan, niscaya Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menyelamatkannya.
Seseorang yang berlindung kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , niscaya Allâh akan melindunginya dan menjadikannya sebagai sumber hidayah bagi orang lain.
Barang siapa menuai kehinaan di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan dalam mencari keridhaan-Nya, niscaya kesudahan bagi urusannya adalah kemuliaaan yang agung dari arah yang tidak dia sangka. Dan apa yang ada di sisi Allâh itu lebih baik bagi orang-orang yang patuh.